Syarat Orang Tua Terhadap pendidikan
Anak
Syarat-syarat yang harus dimiliki
orang tua terhadap pendidikan anak adalah :
1. Ikhlas dan Taqwa.
Orang tua hendaknya mencenangkan
niatnya semata-mata untuk Allah dalam seluruh pekerjaan edukatifnya, baik
berupa perintah, larangan, nasehat, pengawasan atau hukuman.
Ikhlas dalam perkataan dan perbuatan
adalah termasuk pondasi iman dan merupakan keharusan dalam Islam. Allah tidak
akan menerima suatu amal perbuatan tanpa dikerjakan secara ikhlas. Perintah
untuk ikhlas tercantum dalam Al Qur’an yang di kutip Ulwan dalam bukunya
pendidikan anak dalam Islam, yang berbunyi :
فَمَنْ
كَانَ يَرْجُوْا لِقَاءَ رَبِّه
فَلْيَعْمَلَ عَمَلاً صَالِحًا وَلاَ يُشْرِكْ بِعِبَا دِه رَبِّهِ اَحَدًا
(الكهف : ۱۱)
Artinya : “Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka
hendaklah dia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia menyekutukan
seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya (Q.S.18:11)”.[1]
Karenanya
orang tua, setelah mengetahuinya hendaklah memurnikan niatnya dan bermaksud
mendapatkan keridhaan Allah dalam setiap amal perbuatan yang dikerjakan agar di
terima oleh Allah, dicintai oleh anak-anaknya. Disamping itu apa yang
dinasehatkan akan membekas pada diri mereka.
Taqwa
sifat terpenting lainnya yang harus dimiliki oleh orang tua, karena dengan Taqwa ini, seseorang mampu menjaga
diri dari azab Allah dan senantiasa berada dibawah pengawasannya. Juga
senantiasa berjalan pada metode yang telah digariskan Allah, baik secara
sembunyi maupun terang-terangan dan berusaha semaksimal mungkin untuk menekuni
yang halal dan menjauhi yang haram. Seperti perintah bertaqwa tercantum dalam
firman Allah yang dikutip Ulwan dalam bukunya Pendidikan anak dalam Islam yang
berbunyi :
يَاَ
يُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ ....(ال عمران : ۱۰۲)
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah ….”. [2]
Jika orang tua tidak menghiasi
dirinya dengan taqwa, prilaku dan pergaulan yang berjalan di atas metode Islam
maka anak akan tumbuh menyimpang, terombang-ambing dalam kerusakan, kesesatan
dan kebodohan, karesa sang anak tumbuh tanpa ajaran dari Allah SWTdan tanpa ada
rasa mawas diri kapeda Allah SWT.
2. Ilmu
Merupakan
keharusan yang tidak ada seorangpun yang mengingkarinya, bahwa pendidik harus
memiliki pengetahuan tentang konsep-konsep dasar pendidikan yang dibawa oleh
syari’at Islam, menguasai hukum-hukum halal dan haram. Mengetahui
prinsip-prinsip etika Islam, memahami secara global peraturan-peraturan Islam
dan kaidah-kaidah syariat Islam.[3]
Jika orang tua tidak mengetahui
tentang konsep-konsep dasar pendidikan anak,maka anak akan dilanda kemelut
spiritual, moral, dan sosial. Anak akan menjadi manusia yang tidak berharga dan
dipertimbangkan eksistensinya dalam semua aspek kehidupan.
Betapa banyak
anak-anak terjerumus kedalam kesengsaraan ketika orang tua
tidak mengetahui
ilmu syariat dan betapa banyak orang tua berbuat aniaya kepada anak-anaknya
ketika mereka kosong dari pengetahuan pokok-pokok pendidikan. Seperti Firman
Allah yang memerintahkan kaum muslimin untuk mencari ilmu yang dikutip Ulwan
dalam bukunya Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam yang berbunyi :
....وَقُلْ رَبِّ زِدْنِى عِلْمًا
(طه : ۱۱۴)
Artinya : “……… dan katakanlah, ya tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu
pengetahuan. (Q.S.20:114)”.[4]
3. Penyabar dan Rasa Tanggung jawab
“Terbentuknya
sifat mendasar yang dapat menolong keberhasilan orang tua dalam tugas
pendidikan dan pembentukan dan perbaikan adalah sifat sabar, yang dengan sifat
itu anak akan berhias dengan akhlak yang terpuji, dan terjauh dan perangai
tercela”.[5]
“Termasuk
dalam sifat sabar adalah lemah lembut dan ramah tamah dalam semua masalah”.[6]
Ini semua tidak berarti bahwa orang tua selamanya harus lemah lembut dan sabar
dalam nedidik anak, tetapi di maksudkan agar orang tua menahan dirinya ketika
hendak maka, tidak emosi ketika meluruskan kebengkongan anaknya, dan
memperbaiki akhlaknya.
Hal lain yang
harus diketahui dengan baik oleh orang tua dan perlu dicamkan dalam lubuk
hatinya adalah rasa tanggung jawab yang besar terhadap pendidikan anak baik
aspek keimanan maupun tingkah laku kesehariannya. Rasa tanggung jawab ini
senantiasa mendorong upaya yang menyeluruh dalam mengawasi anak dan
memperhatikannya, mengerahkannya dan mengikutinya, membiasakannya dan
melatihnya.
Menurut Ulwan
Orang tua hendaklah berkeyakinan bahwa jika sewaktu-waktu melalaikannya atau
mengabaikannya tugas pengawasannya maka secara bertahap sianak akan terjerumus
dalam jurang kerusakan. Oleh karena itu kita dapatkan Islam meletakkan rasa
tanggung jawab pendidikan diatas pundak para orang tua. Dan Allah di hari
kemudian akan menuntut pertanggung jawabannya. Ulwan mengutip Ayat Al
Qur’an yang berbunyi :
وَلَتَسْئَلُنَّ
عَمَّا تَعْمَلُوْنَ (النحل : ۳۹)
Artinya : “Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa
yang telah mereka kerjakan dulu. (Q.S.An-Nahl :39)”.[7]
[1] Abdullah
Nasikh Ulwan,Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak,Khailullah Ahmas MaskurHakim
(Terjemahan),Remaja Rosdakarya, Bandung 1992t t Hlm.338.
[2] Abdullah
Nasikh Ulwan,Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak,Khailullah Ahmas MaskurHakim
(Terjemahan),Remaja Rosdakarya, Bandung 1992t Hlm.339-340
[3] Abdullah
Nasikh Ulwan,Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak,Khailullah Ahmas MaskurHakim
(Terjemahan),Remaja Rosdakarya, Bandung 1992t.Hlm.343.
[4] Abdullah
Nasikh Ulwan,Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak,Khailullah Ahmas MaskurHakim
(Terjemahan),Remaja Rosdakarya, Bandung 1992 Hlm.182-183.
[5] Abdullah
Nasikh Ulwan,Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak,Khailullah Ahmas MaskurHakim
(Terjemahan),Remaja Rosdakarya, Bandung 1992.Hlm.346-347.
[6] Abdullah
Nasikh Ulwan,Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak,Khailullah Ahmas MaskurHakim
(Terjemahan),Remaja Rosdakarya, Bandung 1992.Hlm.350.
[7] Abdullah
Nasikh Ulwan,Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak,Khailullah Ahmas MaskurHakim
(Terjemahan),Remaja Rosdakarya, Bandung 1992 Hlm.351