Laman

PENDIDIKAN BUDI PERKERTI PADA ANAK


PENDIDIKAN BUDI PERKERTI PADA ANAK

Pendidikan Islam sebagai pendidikan yang bertujuan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, maka pendidik Islam lebih bertanggung jawab terhadap pembentukan kepribadian yang baik yang mrncerminkan nilai-nilai yang Islami pada umatnya.
Oleh karena itu guru sebagai orang yang bertugas menyampaikan ilmu pengetahuan sekaligus membibiming muridnya serta berkepribadian yang baik. Orang yang berilmu pengetahuan an mengajarkannya kepada orang lain akan mendapat kedudukan di sisi Allah SWT, serta akan mendapat tempat yang istimewa di tengah-tengah masyarakat.

Selain itu sikap positif bagi seorang guru tidak kalah pentingnya dalam menentukan keberhasilan belajar mengajar tersebut.Hal ini sependapat dengan Zakiah Daradjat bahwa : “Guru yang pandai, bijaksan dan mempunyai keikihlasan dan sikap positif terhadap pelajaran yang diberikan kepadanya dan dapat menumbuhkan sikap positif yang diperlukan dalam hidupnya dikemudian hari”.[1]
Dari  pendapat Zakiah Dradjat, bahwa dalam mengjar seorang guru harus bersikap positif dan ikhlas memberikan bimbingan terhadap muridnya. Sebab dengan jiwa yang ikhlas ilmu yang diberikan akan mudah diterima dan akan membentuk prilaku murid.
Oleh karena itu seorang guru wajib memberikan suri tauladan dan senantiasa mencurahkan perhatiannya kepada tingkat keberhasilan muridnya baik dari segi aspek pengetahuan, sikap dan perilaku serta ketrampilan beribadah untuk mewujudkan anak didik yang berkepribadian utama.
Adpun dalam menjalankan tugasnya guru harus mengacu pada prinsip-prinsip dalam belajar mengajar mata pelajaran fiqh sebagaiman dikemukakan oleh Ramayulis bahwa seorang guru harus melakukan hal-hal sebagai berikut :
1.         Pelajaran yang harus dikaitkan dengan kehidupan anak yang ada kaitannya dengan sekitar apa yang berlaku dalam lingkungan kehidupan.
2.         Periapan mengajar harus dibuat dengan matang, sehingga dapat memberi kesan pada anak didik bahwa gurunya adalahseorang yang patut dicontoh.
3.         Berusaha membangkitkan emosi murid-murid, karena dengan membangkitkan emosi ini, dapat dibentuk akhlak yang mulia.
4.         Memperluas kegiatan agam di luar ruang belajar, untuk mengadakan persatuan keagamaan disekolah untuk keperluan ibadah dan sosial kemasyarakatan.
5.         Hari-hari perayaan keagamaan atau kebangsaan hendaklah dipakai untuk menanamkan  semangat agama dan kebangsaan untuk persatuan umat guna membangkitkan kesadaran beragama.
6.         Pendidikan melalui tauladan yang baik oleh pendidik.
7.         Menceritakan kisah totkoh-tokoh agama maupun para pejuang negar, untuk mengajarkan dan menekankan  aspek kebaikan dan kemulyaannya dalam perjuanagn hidup.
8.         Membiasakan praktek dan kebiasaan keagamaan semenjak dini.
9.         Membiasakn praktek ibadah dan kebiasaan yang sesuai dengan kesanggupan murid.
10.     Menggunakan pelajaran nasyid sebagai suatu cara untuk menanamkan semangat keagamaan.
11.     Mengadakan sandiwara atau drama dengan melkonkan cerita-cerita keagamaan.
12.     Mewujudkan suasana kasih sayang dan hubungan harmonis antara murd dengan guru.
13.     Menyediakan waktu luang untuk ikut memecahkan problema yang di hadapi anak.
14.     Menyuruh anak-anak menghafal ayat-ayat Al Qur’an da Hadits.[2]

Berdasarkan pada pendapat di atas mak dapat dipahami bahwa seorang guru harus memiliki sikap (adab) dalam proses belajar mengjar diantaranya kebermaknaan dari materi yang diajarkan harus dipertimbangkan dengan baik bagi siswa sehingga siswa merasa perlu untuk mempelajari materi yang disajikan oleh guru, membuat persiapan yang matang sehingga tampak di hadapan murid bahwa guru adalah orang cakap dan pandai, emosi dan keinginan siswa untuk aktif terlibat dalam kegiatan belajar mengajar harus dibangkitkan, sedapat mungkin guru harus menambah wawasan keagamaan bagi siswa menanamkan semangat dan dalam agama serta tanah air, membiasakan praktek ibadah dan memberikan tauladan yang baik, mewujudkan suasana kasih sayang antra guru dengan murid, serta setiap siswa harus diberi hafalan-hafalan sebagai tugas rutin baik ayat Al Qur’an maupun Hadits.



[1] Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1991, hlm. 65.

[2] Ramayulis, Ilmu Pendidikn Islam, Kalam Mutiara, Jakarta, 1994, hlm. 81-82.









untuk melengkapi perpustakaan makalah silahkan klik download dibawah ini
semoga bermanfaat