Sejarah Pendidikan Agama di Sekolah


Sejarah Pendidikan Agama di Sekolah

Sejarah muncul tenggelamnya pendidikan agama di sekolah-sekolah sekuler binaan Belanda menurut catatan Zuhairini dkk, (1983) dapat dirinci menjadi dua fase:
1.                  Periode sebelum Indonesia merdeka
2.                  Periode sesudah Indonesia merdeka.
Metodik Khusus Pendidikan Agama, hlm 16-20

Pada periode zaman penjajahan Belanda, di sekolah-sekolah umum secara resmi belum diberikan pendidikan Agama. Hanya pada fakultas-fakultas hukum telah ada mata kuliah Islamologi. Yang dimaksudkan agar mahasiswa dapat mengetahui hukum-hukum dalam Islam. Dosen-dosen yang memberikan kuliah Islamologi tersebut pada umumnya bukan orang-orang Islam. Buku-buku atau literaturnya dikarang sendiri oleh para orientalis.
Pada masa penjajahan Belanda itu sebenarnya sudah ada usaha-usaha dari para muballigh baik secara perseorangan ataupun tergabung dalam organisasi-organisasi Islam, dengan cara bertabligh di muka para siswa dari sekolah-sekolah umum seperti. MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs, sekarang sama dengan SMP), AMS (Algemene Midllebare School, sekarang sama dengan SMA) dan juga di Kweek school (sama dengan sekolah guru). Biasanya mereka memberi pendidikan Agama tersebut pada hari Minggu atau pada hari Jumat. setelah berakhirnya jam-jam pelajaran atau waktu-waktu sore. Pendidikan agama secara tidak resmi tersebut, kadang-kadang mendapatkan reaksi dari guru-guru yang tidak senang pada Islam, tatapi walaupun begitu dalam kenyataannya perhatian murid-murid sangat besar, karena mereka sangat membutuhkan santapan rohani.
Pada periode berikutnya, yakni pada zaman penjajahan Jepang keadaan agak berubah, karena telah mulai ada kemajuan dalam pelaksanaan pendidikan Agama di sekolah-sekolah umum. Hal ini disebabkan karena mereka mengetahui, bahwa sebagian besar bangsa Indonesia adalah memeluk Agama Islam, maka untuk menarik hati/simpati dari umat Islam, pendidikan Agama Islam mendapat perhatian.
Di Sumatra, organisasi-organisasi Islam menggabungkan diri dalam Majelis Islam Tinggi. Kemudian majelis tersebut mengajukan usul kepada pemerintah Jepang, agar supaya di sekolah-sekolah pemerintah diberikan pendidikan agama, sejak Sekolah Rakyat 3 tahun. Dan ternyata usul ini disetujui, tetapi dengan syarat tidak disediakan anggaran biaya untuk guru-guru agama. Mulai saat itu secara resmi pendidikan agama boleh diberikan di sekolah-sekolah pemerintah, tetapi hal ini baru berlaku untuk sekolah-sekolah. Di Sumatra saja. Sedangkan di daerah-daerah lain, masih belum ada