KEPRIBADIAN
GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Dalam usaha pembinaan dan
pembentukan akhlak siswa yang sedang dalam masa keguncangan, maka kepribadian
guru agama sangat penting dibutuhkan dalam pembentukan akhlak siswanya. Oleh
karena itu guru agama harus lebih dahulu mengamalkan apa yang dianjurkan oleh
agama dan menjauhi yang dilarang.
Dengan
adanya keteladanan tersebut, siswa akan menghargai dan meniru apa yang telah diperintahkannya,
hal ini seiring dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 44 :
tbrâßDù's?r& }¨$¨Y9$# ÎhÉ9ø9$$Î/ tböq|¡Ys?ur öNä3|¡àÿRr& öNçFRr&ur tbqè=÷Gs? |=»tGÅ3ø9$# 4 xsùr& tbqè=É)÷ès? ÇÍÍÈ
Artinya : Mengapa
kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri
(kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah
kamu berpikir? (QS. Al-Baqarah).[1]
Makna yang dapat diambil dari ayat
diatas adalah bahwa setiap manusia khususnya bagi para pemimpin termasuk para
guru apabila dirinya memerintahkan bawahannya atau seorang guru pada siswanya,
maka terlebih dahulu ia harus mengerjakan atau memberikan suatu keteladanan
tenteng apa yang diperintahkannya itu.
Setiap guru
menyadari betul bahwa kepribadian yang tercermin dalam berbagai penampilan itu ikut menentukan tercapai atau tidaknya tujuan
pendidikan pada umumnya dan tujuan lembaga pendidikan tempat ia mengajar pada
khususnya. Tujuan tersebut dapat dipelajari dalam kurikulum lembaga pendidikan
yang bersangkutan. Kepribadian guru tersebut akan diserap dan diambil oleh anak
didik menjadi unsur dalam kepribadiannya bagi guru tingkat sekolah dasar jauh
lebih perlu mendapat perhatian jika jika tujuan sekolah dalam pembinaan akhlak
didik tercapai.[2]
Jika sekolah ingin membina
anak didik menjadi seorang muslim yang bertakwa dan berakhlak mulia, maka semua
guru yang mengajar di sekolah itu harus mempunyai kepribadian muslim, takwa dan
berakhlak mulia, karena anak didik pada pertumbuhan kecerdasannya masih dalam
tahap permulaan dan pembinaan kepribadian bagi mereka, lebih banyak melalui
latihan dan contoh. Apabila guru benar-benar memenuhi syarat sebagai contoh,
maka pembinaan kepribadian anak didik akan dapat dilaksanakan dengan mudah,
sebab contoh yang disertai latihan, secara berangsur – angsur dapat menanamkan
kebiasaan mengamalkan agama islam, selanjutnya akan menumbuhkan rasa cinta
kepada agama islam.[3]
Guru
mempunyai kekuasaan untuk membentuk dan membangun kepribadian anak didik
menjadi seorang yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Semua tujuan yang
ingin dicapai oleh sekolah dasar yang digambarkan dalam kurikulum, harus
benar-benar dipahami dan dilaksanakan oleh semua guru dan tercermin dalam
penampilan dan kepribadiannya.
Terakhir yang perlu
diingat oleh guru, bahwa anak didik yang akan dibimbing dan di bina itu bukan
orang dewasa yang sudah matang pertumbuhannya, akan tetapi ia adalah anak yang
masih bertumbuh dalam segala hal, tingkat pertumbuhan dan kematangan tiap
tingkat umur mempunyai kekhususan sendiri, berbeda dari tingkat lainnya. Maka
perlakuan dan cara menghadapi anak didik yang bermacam-macam itu memperlakukan
anak didik dengan bijaksana akan disenangi oleh anak didik dan akan berhasil
dalam usahanya untuk mendidik dan membimbing anak didik.[4]