Laman


Remaja


  1. Pengertian Remaja
Dalam pembahasan mengenai remaja, titik tolaknya adalah adanya macam-macam gejala perubahan pada remaja. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa perubahan yang dialami dilatar belakangi oleh masa peralihan. Masa peralihan yang dialami oleh remaja, setelah meninggalkan masa anak dalam peningkatannya kemasa dewasa.
Untuk memahami pengertian remaja secara jelas, maka terlebih dahulu penulis mengemukakan beberapa pendapat sebagai berikut :
Menurut Athur T. Jersil bahwa “the term adolescence is used in this book denote a priod during which the growing person makes the transition from childhood to adulthood”[1] Maksudnya, istilah remaja yang dipakai daam buku ini berarti suatu periode selama masa pertumbuhan seseorang dalam masa transisi dari masa kanak-kanak kemasa dewasa.
Sedangkan menurut Zakiah Daradjat “masa remaja dibagi menjadi dua yaitu, pertama dari umur 13 sampai dengan umur 16 tahun, dimana pertumbuhan jasmani dan kecerdasan berjalan sangat cepat dan kedua dari umur 17 sampai umur 21 tahun yang merupakan pertumbuhan atau perubahan terakhir dalam pembinaan pribadi dan sosial”.[2]
Berdasarkan beberapa pengertian remaja sebagaimana tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa  remaja adalah suatu masa atau fase peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang berlangsung dari umur 13 tahun sampai dengan umur 21 tahun dan pada usia ini mengalami perkembangan, pertumbuhan jasmani dan rohani.

2. Proses Perkembangan Remaja
Dalam proses perkembangan individu akan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor pembawaan (dasar) atau endogen dan juga akan ditentukan oleh faktor keadaan atau lingkungan atau faktor exogen.[3] 
Faktor endogen adalah “faktor-faktor yang memegang peranan dalam perkembangan anak umumnya, dan berasal dari dalam individu”.[4] Sedangkan faktor eksogen adalah “faktor-faktor yang berasal dari luar individu dan turut mempengaruhi proses perkembangan individu”.[5]
Dari kedua faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan seseorang adalah :
a.       Pembawaan, pada waktu lahiranak membawa kemungkinan untuk merealisasikan potensi yang ada pada anak itu.
b.      Lingkungan (alam sekitar) tempat manusia hidup dan hubungannya dengan alam sekitar tersebut orang yang bersangkutan menunjukkanreaksi.
c.       Kemauan bebas (ego) baru mengambil peranan pada suatu taraf perkembangan tertentu, bila yang bersangkutan telah mengetahui perbedaan antara yang baik dan yang buruk.
d.      Takdir, masa atau periode atau kejadian penting yang dialami pada suatu ketika turut menentukan perkembangan hidup seseorang.  
Sebagaimana telah diketahui bahwa remaja dapat dipandang sebagai suatu fase dalam siklus pembentukan kepribadian manusia, maka pada fase remaja ini mempunyai  ciri-ciri tersendiri dimana ia dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan dalam perkembangan.
Berdasarkan keterangan-keterangan diatas maka penulis dapat menyipulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan remaja adalah :
a.       Faktor indogen yang merupakan pembawaan
b.      Faktor eksogen yang merupakan pengaruh dari luar diri individu (remaja), faktor ini di sebut juga faktor lingkungan, yang meliputi; lingkungan keluarga, lingkungan sosial, lingkungan geografis dan fasilitas-fasilitas yang ada pada lingkungan seperti makanan dan kesempatan belajar.

3. Kebutuhan Remaja terhadap Agama
Suatu keadaan jiwa yang dapat dipastikan tentang remaja adalah penuh kegoncangan, keadaan seperti itu sudah tentu membutuhkan ketenangan bagi dirinya, salah satu yang dapat menenangkan jiwanya adalah agama. Karena didalam agama itu terdapat petunjuk yang dapat membantu mereka dalam mengatasi keinginan yang belum mereka kenal sebelumnya. Keinginan dan dorongan tersebut seringkali bertentangan yang dianut oleh orang tua atau lingkungan dimana mereka tinggal.
Dalam pembinaan terhadap moral remaja maka agama sangat dibutuhkan, dalam pembinaan moral remaja tidak cukup dengan pengertian saja melainkan disertai dengan  membiasakan diri untuk bertingkah laku yang baik yang di contoh oleh orang tua sejak kecil. Karena kebiasaan dan   memberikan contoh itu lebih berpengaruh terhadap moral remaja dari pada hanya pengertian saja atau pengetahuan.
Muhammad Asad mengatakan bahwa “he life off muslim must be directed to word a full and  unreserved corperation between his spiritual and bodily self”.[6] Maksudnya, kehidupan sebagai orang muslim harus seimbang antara keagamaan (spiritual) dengan dirinya.
Sebagaiana gambaran yang telah dipaparkan oleh Zakiah Daradjat sebagai berikut :
Semakin besar usia anak semakin bertambah pemikiran logisnya, di samping bertambah banyaknya persoalan baru mengganggu ketentraman hatinya, karena pertumbuhan cepat dalam segala bidang sedang pertumbuhan pada anak-anak yang sedang melalui usia remaja (adolesence 13 – 21) mereka menjadi sangat peka terhadap segala persoalan luar dan sangat tertarik kepada gejala-gejala yang mirip dengan apa yang di mulai bergejolak dalam jiwanya, akibat pertumbuhan masa pubertas, yang membawa dorongan baru dalam hidupnya  (dorongan yang berlawanan dengan agama).[7]

Oleh karena itu, untuk menyelamatkan remaja dari goncangan jiwa adalah dengan memberikan ajaran agama, karena dengan ditanamkan jiwa agama pada remaja maka remaja itu akan cendrung berbuat terhadap hal-hal yang baik sesuai dengan nilai-nilai agama.
Disamping itu juga para orang tua, guru dan masyarakat serta tokoh agama harus mampu membantu remaja dalam mengatasi kekurangannya, dan dapat menerima mereka dengan segala kesalahan dan keterlanjuran.
Oleh karena itu terutama orang tua harus dapat dan lebih terpusat perhatiaannya mengenai pendidikan agama pada remaja, karena masa ini (remaja) dapat juga disebut masa kegila-gilaan.
Dengan demikian pendidikan agama dalam keluarga merupakan hal yang sangat penting. Terutama bagi anak-anak yang masih dalam fase pendidikan, ketika pertumbuhan kecerdasan masih kurang sekali. Oleh karena itu orang tua harus memberikan contoh dalam hidupnya, misalnya beribadah, berdo’a kepada Tuhan sedangkan dalam pergaulan dan perlakuan terhadap anak, harus tampak kasih sayang, kejujuran dan kebenaran dan keadilan dalam segala hal, agar dalam pembinan remaja dari segi agama perlu adanya kesatuan penanggung jawab supaya remaja dapat terarahkan kepada hal-hal yang lebih baik.

  1. Sikap Remaja terhadap Agama
sebagaimana telah diketahui bahwa masa remaja sedang mengalami kegoncangan jiwa yang mengakibatkan remaja itu sendiri tidak mampu mengendalikan diri untuk berbuat kepada hal yang lebih baik. Sehingga tingkah laku remaja sering mengakibatkan kerugian baik diri sendiri maupun masyarakat.
Untuk mencegah prilaku remaja yang demikian itu maka agamalah yang menjadi dasar atau pedoman dalam hidupnya. Remaja hendaknya bersikap percaya dengan sunguh-sungguh terhadap kebenaran agama. Namun dalam hal ini khususnya dikalangan remaja sikap remaja terhadap agama itu bermacam-macam. Sebagaimana dikemukakan Zakiah Daradjat bahwa sikap remaja itu terhadap agama dibagi menjadi empat yaitu :
  1. Percaya turut-turutan
  2. Percaya dengan kesadaran
  3. Percaya, tapi agak ragu-ragu (bimbang)
  4. Tidak percaya sama sekali, atau cendrung kepada atheis.
  5. Sebab-sebab timbulnya kenakalan remaja.[8]
Sebelum penulis mencari jalan keluar untuk mencegah kenakalan remaja,  terlebih dahulu penulis kemukakan sebab-sebab yang menimbulkan kenakalan remaja tersebut :
a.       Faktor yang ada dalam diri anak
Menurut Sofyan S.Wilis, meliputi beberapa faktor yaitu :

1.      Predisposing faktor, yaitu faktor kelainan yang dibawa sejak lahir seperti cacat keturunan fisik maupun psikis.
2.      Lemahnya kemampuan pengawasan  diri terhadap pengaruh lingkungan.
3.      Kurangnya kemampuan yang menyesuaikan diri terhadap lingkungan.
4.      Kurangnya dasar-dasar keagamaan dalam diri, sehingga sukar mengukur norma keluar atau memilih norma yang baik di lingkungan masyarakat. Dengan perkataan lain, anak yang demikian amat mudah terpengaruh oleh lingkungaan yang kurang baik.[9] 

Dari beberapa faktor kenakalan remaja yang ada dalam diri remaja ini, mereka harus mampu mengembangkan karakter atau sikap-sikap kepribadian yang ditumbuhkan dalam jiwanya serta mampu berlandaskan pada nilai-nilai ajaran agama Islam, yaitu mengembangkan karakter yang baik dan kehormaatan diri sendiri.
b.      Faktor yang berasal dari Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan tempat pendidikan yang utama bagi anak. Hal ini karena sianak itu hidup dan berkembang pertama kali dari pergaulan keluarga yaitu hubungan antara orang tua dengan anak, ayah dengan ibu dan hubungan anak dengan keluarga lain yang tinggal bersama.
Di dalam keluarga anak pertama-tama menerima pendidikan, dan pendidikan yang diperoleh dalam keluarga itu merupakan pendidikan yang terpenting atau yang utama terhadap perkembangan pribadi anak. Oleh karena ayah, ibu atau keluarga lainnya harus waspada dalam mendidik dan mencerminkan tingkah laku anak.
Dengan demikian peranan orang tua sangat penting dalam pendidikan keluarga, karena apabila orang tua dalam mendidik dan memberikan contoh terhadap anak-anak yang baik maka akan menjadi remaja dan generasi yang baik secara bertanggung jawab, tetapi sebaliknya apabila orang tua tidak pernah memberikan cermin tingkah laku yang baik maka sudah barang tentu remaja itu dalam tingkah lakunya juga tidak baik, sebab orang tua menjadi tolak ukur bagi anak
c.       Faktor-faktor yang berasal dari lingkungan sekolah
-          Faktor guru
Guru adalah merupakan unsur terpenting dalam pendidikan disekolah, oleh sebab itu  dedikasi guru merupakan pokok dalam tugas mengajar. Guru yang penuh dengan dedikasi berarti guru yang ikhlas dalam menjalankan tugasnya dan akan menemui keberhasilan didalam tugas mengajar.
Akan tetapi guru yang tidak ikhlas didalam mengajar akan sulit untuk mencapai keberhasilan bahkan tidak akan berhasil dalam tugas mengajarnya. Karena ia mengajar dengan terpaksa. Akibatnya guru yang seperti itu mengajarnya asal saja, sering bolos tidak berminat meningkatkan kepandaian murid dan pengetahuan tentang keguruannya. Akibatnya murid yang menjadi korban, kelas kacau, murid berbuat sekehendak hatinya didalam kelas dan ini merupakan sumber kenakalan.
       -   Faktor Fasilitas Pendidikan    
Pasilitas pendidikan mempunyai peranan penting didalam sekolah. Karena kekurangan fasilitas pendidikan merupakan  penyaluran dan kegiatan  serta keinginan murid-murid terhalang. Sebagai contoh lapangan sekolah, apabila lapangan sekolah telah ada maka anak-anak telah mempunyai tempat berolah raga, bermain sebagaimana mestinya. Jika niat dan keinginan tidak tersalur pada masa sekolah, yang berkemungkinan anak akan mencari penyaluran kepada kegiatan-kegiatan negatif. Misalnya bermain dijaalan, dipasar dan sebagainya, akibatnya anak dikatakan anak nakal anak yang melanggar peraturan. Oleh sebab itu kurang kurangnya fasilitas pendidikan yang menyebabkan anak bertingkah laku yang negatif. Sofyan S.Willis mengatakan, bahwa “kurangnya fasilitas pendidikan seperti alat-alat praktek, alat kesenian dan oleh raga, juga dapat merupakan sumber gangguan pendidikan yang juga mengakibatkan terjadinya  berbagai tingkah laku negatif pada anak didik”.15    
d.      Faktor-faktor yang berasal dari lingkungan masyarakat
Masyarakat dapat menjadi sebab kenakalan remaja,  terutama dilingkungan masyarakat yang kurang sekali melaksanakan ajaran-ajaran agama yang dianutnya.
Masyarakat yang kurang menjalankan ajaran agamanya sebagaimana tersebut diatas, akan menjadi sumber berbagai macam kejahatan seperti  kekerasan, pemerkosaan pemerasan, pencurian dan sebagainya. Tingkah laku seperti itu akan mudah mempengaruhi anak-anak remaja yang sedang berada dalam masa perkembangan.




[1]Jersil T. Atur, The Psychology of Adolescence, Printed in The United States of America, 1965, hlm. 5.

[2]Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1970, hlm. 122.

[3]Bimo Walgito, Pengantar Psychologi Umum, UGM, Yogyakarta, 1985, hlm. 36.     
[4]Singgih D.Gunarsa,  Dasar dan Teori Perkembangan Anak, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1991, hlm. 37.

[5]Ibid
[6]Muhammad Asad, Islam Al The Crossroads, Dar Al Andalus, Gibraltar, 1987, hlm. 84.

[7]Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama Dalam Pembinaan Mental, 1982, hlm. 71.

[8]Zakiah Daradjat, Op. Cit., 1970. Hlm.91.

[9]Sofyan S.Willis, Problema Remaja dan Pencegahannya, Angkasa Bandung, 1981, hlm. 199.

15Sofyan  S. Willis, Op. Cit., hlm. 71.