Laman

Pembelajaran Yang Menyenangkan (Joyful Learning)


Pembelajaran Yang Menyenangkan (Joyful Learning)

Pembelajaran yang menyenangkan merupakan sebuah proses pembelajaran yang di dalamnya terdapat kohesi yang kuat antara pendidik dan peserta didik dengan tanpa ada perasaan tertekan. Dengan kata lain, pembelajaran yang menyenangkan adalah adanya pola hubungan yang baik antara guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Guru memposisikan diri sebagai mitra belajar peserta didik di kelas, sehingga tidak ada beban bagi peserta didik dalam melakukan proses pembelajaran.[1]
Untuk mewujudkan pembelajaran yang menyenangkan ini, guru dituntut untuk mampu mendesain materi pembelajaran dengan baik serta mengkombinasikannya dengan strategi pembelajaran yang mengedepankan keterlibatan aktif peserta didik di kelas, seperti; simulasi, game, team quiz, role playing, dan sebagainya.
Banyak praktisi menginginkan agar pembelajar mengalami kegembiraan belajar (menyenangkan), sebab mereka tahu betapa pentingnya itu. Kegembiraan bukan berarti menciptakan suasana ribut dan hura-hura. Namun kegembiraan ini berarti bangkitnya minat, adanya keterlibatan penuh, dan terciptanya makna, pemahaman, nilai yang membahagiakan pada diri si pembelajar. Itu adalah kegembiraan melahirkan sesuatu yang baru, dan kegembiraan ini jauh lebih penting untuk pembelajaran daripada segala teknik atau metode yang mungkin digunakan dalam proses pembelajaran.
  Salah satu sarana untuk mewujudkan kegembiraan belajar adalah dengan permainan. Ditengah permainanlah kita paling dekat dengan kekuatan penuh kita. Kesenangan bermain yang tidak terhalang melepaskan segala macam endorfin positif dalam tubuh, melatih kesehatan, dan membuat kita merasa hidup sepenuhnya. Bagi banyak orang, ungkapan kehidupan dan kecerdasan kreatif yang paling tinggi di dalam diri mereka tercapai dalam sebuah permainan.
Permainan belajar (learning games) yang menciptakan atmosfer menggembirakan dan membebaskan kecerdasan penuh dan tak terhalang dapat memberi banyak sumbangan. Permainan belajar, jika dimanfaatkan secara bijaksana, dapat :
      1.   Menyingkirkan “keseriusan” yang menghambat
1.      Menghilangkan stress dalam lingkungan belajar
2.      Mengajak orang terlibat penuh
3.      Meningkatkan proses belajar[2] 
Seperti semua teknik belajar, permainan bukanlah tujuan itu sendiri, melainkan sekadar sarana untuk mencapai tujuan, yaitu meningkatkan pembelajaran. Terkadang permainan bisa menarik, cerdik, menyenangkan, dan sangat memikat, namun tidak memberi hasil penting pada pembelajaran. Jika demikian, itu hanya membuang-buang waktu dan harus ditinggalkan, namun jika permainan menghasilkan peningkatan dalam pembelajara dan prestasi maka sebaiknya digunakan.
Agar dapat efektif dan menambah nilai nyata pada proses belajar, maka permainan belajar harus :
1. Terkait langsung dengan tempat kerja. Permainan yang terbaik adalah yang memberi pengetahuan, menguatkan sikap, dan mendorong tindakan yang penting bagi keberhasilan kerja
2. Mengajari pembelajar cara berpikir, mengakses informasi, bereaksi, memahami, berkembang, dan menciptakan nilai dunia-nyata bagi diri mereka sendiri dan organisasi mereka secara terus menerus.
3. Sangat menyenangkan dan mengasyikkan, namun tidak sampai membuat pembelajar tampak bodoh dan dnagkal.
4. Membebaskan pembelajar untuk bekerja sama
5. Menantang, namun tidak sampai membuat orang kecewa dan kehilangan akal
6. Menyediakan cukup waktu untuk merenung, memberikan umpan balik, berdialog, dan berintegrasi.[3]  
            Adapun beberapa jenis permainan yang disarankan adalah :
1. Permainan mencocokkan
2. Tempelkan label pada komponen
3. Permainan “sebutkan”
4. Permainan dadu
5. Permainan lomba
6. Permainan pemutar
7. Algojo
8. Permainan yang berhubungan dnegan olahraga
9. Permainan papan.
10. Acara kuis TV
11. Permainan berdasar-komputer
12. Rekonstruksi
13. Ajaklah pembelajar menciptakan permainan[4]


Baca juga :




[1]Departemen Agama RI,Op.Cit.,  hlm. 26.
[2]Dave Meier, The Accelerated Learning Handbook (terj. Rahmani Astuti), Kaifa, Bandung, 2002, hlm. 206.
[3]Ibid., hlm. 207.
[4]Ibid., hlm. 210-216.