DASAR-DASAR ILMU PENDIDIKAN ISLAM
1.
Dasar-Dasar Pendidikan Islam
Dasar adalah landasan tempat berpijak atau tegaknya sesuatu
agar sesuatu tersebut tegak kokoh berdiri. Demikian pula dasar pendidikan Islam
yaitu fondamen yang menjadi landasan atas asas agar pendidikan Islam dapat tega
berdiri tidak mudah roboh karena tiupan angin kencang berupa ideology yang
muncul baik sekarang maupun yang akan datang. Degan adanya dasar ini maka
pendidikan Islam akan tegak berdiri dan tidak mudah di ombang-ambingkan oleh
pengaruh luar yag mau merobohkan ataupun mempengaruhinya.
Dasar pendidikan Islam tentu saja di dasarkan kepada
falsafah hidup umat Islam dan tidak di dasarkan kepada falsafah hidup suatu
negara, sebab sistem pendidikan Islam tersebut dapat di laksanakan di mana saja
dan kapan saja tanpa di batasi oleh ruang dan waktu.
(Ilmu
pendidikan Islam, hal 121, Prof. DR.
H. Ramayulis, Kalam Mulia, Jakarta)
Dasar
ilmu pendidikan Islam adalah islam dengan segala ajarannya, ajaran itu
bersumber pada Al-Qur’an, sunah Rasulullah SAW dan Ra’yu. Tiga sumber ini harus
di gunakan secara Hierarkis. Al-Qur’an darus di dahulukan, apabila satu ajaran
atau penjelasan tidak di temukan di dalam Al-Qur’an, maka harus dicari di dalam
Sunah. Apabila tidak juga di temukan di dalam Sunah, barulah di gunakan Ra’yu.
Sunah tidak bertentangan dengan Al-Qur’an, dan ra’yu tidak boleh bertentangan
dengan al-Qur’an dan Sunah.
Dasar
inilah yang menyebabkan Ilmu pendidikan di sebut Ilmu pendidikan Islam. Tanpa
dasar ini tidak ada ilmu pendidikan Islam. Persoalan yang muncul adalah dalam
bentuk apa atau bagaimana Islam mendasari ilmu pendidikannya. Ada anggapan
bahwa Al-Qur’an dan Sunah berisi teori-teori ilmu. Shingga pembuatan dan
penulisan Ilmu dalam teori pendidikan Islam tidak jauh berbeda dengan pembuatan
dan penulisan teori dalam fiqh.
(ilmu
Pendidikan Islam, hal. 29-30, Drs. Hero Noer Aly, M.A. 1999, Logos,
Ciputat).
Dasar-dasar
pokok pendidikan islam :
a.
Al-Qur’an
Sebagaimana dinyatakan al-Syaukani
al-Qur’an adalah kalam Allah yang di turunkan kepada Nabi Muhammad SAW dalam
bahasa Arab dan Bahasanya yang murni yang di sampaikan secara Mutawattir.
(Hukum Sosial dan Pranata Sosial, hal 32, Drs. Dede
Rosyada, M.A,1992, Rajawali Perss, Jakarta.)
Islam adalah agama yang membawa misi
agar umatnya menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran. Ayat al-qu’ran yang
pertama kali turun adalah berkenaan di samping masalah keimanan juga
pendidikan.
“Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang
mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Dari
ayat di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa seolah-olah tuhan berkata
hendaklah manusia meyakini akan adanya tuhan pencipta manusia, selanjutnya
untuk memperkokoh keyakinannya dan memeliharanya agar tidak luntur hendaklah
melaksanakan pendidikan dan pengajaran.
Bahkan
tidak hanya itu tuhan juga memberikan bahan Materi pendidikan agar manusia
hidup sempurna di dunia ini.
Firman Allah :
“Dan dia mengajarkan kepada
Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para
malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika
kamu memang benar orang-orang yang benar!"
Ayat ini
menjelaskan bahwa untuk memahami segala sesuatu belum cukup kalau hanya
memahami apa, bagaimana serta manfaat benda itu, tetapi harus memahami sampai
ke hakikat benda itu.
(Ilmu Pendidikan Islam, hal 19-22, Dra. Hj. Nur
Uhbiyati, 1996, Pustaka Setia, Bandung)
Dalam
menyajikan maksud-maksud Al-Qur’an menggunakan metode-metode sebagai berikut :
- mengajak manusia untuk memperhatikan dan mengkaji segala ciptaan Allah sehingga mengetahui rahasia-rahasia-Nya yang terdapat di Alam semesta.
- menceritakan kisah umat terdahulu baik individu maupun kelompok, baik orang-orang yang mengerjakan kebaikan maupun orang-orang yang mengadakan kerusakan, sehingga dari kisah itu manusia dapat mengambil pelajaran tentang hukum sosial yang di berlakukan Allah terhadap mereka.
- menghidupkan kepekaan batin manusia yang mendorongnya untuk bertanya dan berpikir tentang awal dan kejadian manusia, kehidupannya dan kesudahannya, sehingga insyaf akan tuhan yang menciptakan segala kekuatan.
- memberi kabar gembira dan janji serta peringatan dan ancaman.
Hubungan antara Al Qur’an dan ilmu
pendidikan Islam tampak terbatas pada segi-segi seperti di kemukakan di atas. Namun
ini tidak berarti bahwa al Qur’an tidak mempunyai hubungan yang luas dengan
pendidikan. Dalam kaitan ini Ahmad
Ibrahim Muhanna mengatakan bahwa Al Qur’an membahas berbagai aspek kehidupan
manusia, dan pendidikan merupakan tema terpenting yang di bahasnya. Setiap
ayatnya merupakan bahan baku bangunan pendidikan yang di butuhkan setiap
manusia. Hal itu tidak aneh mengingat Qur’an merupakan kitab hidayah dan
seorang memperoleh hidayah itu tidak lain karena pendidikan yang benar serta
ketaatannya.
(ilmu
Pendidikan Islam, hal. 32-39, Drs. Hero Noer Aly, M.A. 1999, Logos,
Ciputat).
b.
As-Sunah
Sunah dapat di jadikan sebagai dasar
pendidikan Islam karena sunah menjadi sumber utama pendidikan Islam karena
Allah SWT menjadikan Nabi Muhammad SAW
sebagai teladan yang baik.
Firman Allah SWT , yang artinya
“
di dalam diri Rasulullah itu kamu bisa menemukan teladan yang baik...”
Nabi mengajarkan dan mempraktekkan sikap
dan amal baik kepada istri dan sahabatnya, dan seterusnya mereka mempraktekkan
pula seperti yang di praktekkan Nabi dan mengajarkan pula kepada orang lain.
Perkataan atau perbuatan nabi inilah yang di sebut Hadist atau Sunah
Konsef dasar pendidikan yang di
contohkan Nabi Muhammad SAW sebagai berikut :
1)
di sampaikan sebagai rahmatan lil
‘alamin
2)
di sampaikan secara universal
3)
apa yang di sampaikan merupakan
kebenaran mutlak
4)
kehadiran Nabi sebagai evaluator atas
segala aktivitas pendidikan.
5)
Perilaku Nabi sebagai figur
identifikasi.
(Ilmu
pendidikan Islam, hal 121, Prof. DR.
H. Ramayulis, Kalam Mulia, Jakarta)
Rasulullah SAW mengatakan bahwa beliau
adalah juru didik. Dalam kaitan dengan ini M. Athiyah al- Abrasi mengatakan :
pada suatu hari Rasulullah keluar dari rumahnya dan beliau menyaksika adanya
dua pertemuan; dalam pertemuan yang pertama orang-orang yang berdo’a kepada
Allah SWT, dalam pertemuan ke dua memberikan pelajarannya.
Rasulullah pun menjunjung tinggi kepada
pendidikan dan pengajaran. Rasulullah SAW bersabda, yang artinya :” barang
siapa yang menyembunyikan Ilmunya, maka Allah akan mengekangnya dengan kekangan
berapi.
(Ilmu Pendidikan Islam, hal 19-22, Dra. Hj. Nur
Uhbiyati, 1996, Pustaka Setia, Bandung)
Mengklasifikasikan Hadist-hadist yang
dapat di pakai sebagai dalil Syara’ dan yang tidak, dengan membaginya kedalam
tiga kategori, yaitu : Sahih, Hasan dan Dhoif.
Hadist Shohih adalah hadist yang memenuhi lima kriteria, yaitu sanadnya
bersambung, perawinya adil dan Dhabith, tidak ada illat serta tidak Syad.
Sedangkan hadist hasan adalah hadist yang lengkap persyaratan hadist Sahih hanya
saja perawinya kurang dhabit. Sementara hadits dhaif adalah hadist yang tidak dapat
mencapai tingkatan hasan.
(Hukum Sosial dan Pranata Sosial, hal 32, Drs. Dede
Rosyada, M.A,1992, Rajawali Perss, Jakarta.)
Adanya dasar yang kokoh ini terutama al-Qur’an
dan Sunah, karena keabsahan dasar ini sebagai pedoman hidup sudah mendapat
jaminan Allah SWT dan Rasul-Nya. Sabda Rasulullah SAW ;
Artinya : kutinggalkan kepadamu dua perkara tidaklah
kamu akan tersesat selama-lamanya, selama kamu masih berpegang kepada keduanya,
yaitu Kitabullah dan As- Sunah”.
Perinsaf menjadikan al-Qur’an dan sunah
sebagai dasar pendidikan islam bukan hanya dipandang sebagai kebenaran
keyakinan semata. Lebih jauh kebenaran itu juga sejalan dengan kebenaran yang
dapat di terima oleh akal.
c.
Ijtihad.
Ijtihad adalah Istilah para Fuqoha yaitu
berfikir degan menggunakan seluruh ilmu yang di miliki oleh ilmuan syari’at
Islam untuk menetapkan sesuatu hukum syari’at Islam dalam hal yang ternyata
belum di tegaskan hukumnya oleh Al-Qur’an dan Sunah. Ijtihad dalam hal ini
dapat saja meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan, tetapi
tetap berpedoman pada Al-Qur’an dan sunah, namun demikian, ijtihad harus
mengikuti kaidah-kaidah yang di atur oeh para mujtahid, tidak boleh
bertentangan dengan isi Al-Qur’an dan Sunah tersebut.
Sasaran ijtihad adalah segala sesuatu yang
di perlukan dalam kehidupan, yang senantiasa berkembang. Ijtihad bidang
pendidikan sejalan dengan perkembangan jaman yang semakin maju. Terasa semakin
urgen dan mendesak tidak saja di bidang materi atau isi melainkan juga di
bidang sistem dalam arti yang luas.
Ijtihad dalam pendidikan harus tetap
bersumber dari Al Qur’an dan sunah yang
diolah oleh akal yang sehat dari para ahli pendidikan islam. Ijtihad tersebut
haruslah dalam hal-hal yang berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup di
suatu tempat pada kondisi dan situasi tertentu. Teori-teori pendidikan baru
hasil ijtihad harus di kaitkan dengan ajaran Islam dan kebutuhan hidup.
Ijtuhad di bidang pendidikan ternyata
semakin perlu, sebab ajaran Islam yang terdapat dalam al-qur’an dan sunnah
adalah bersifat pokok-pokok dari prinsip-prinsipnya saja.
Pergantian dan perbedaan zaman terutama
karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermuara kepada perubahan
kehidupan sosisal telah menuntut ijtihad dalam bentuk penelitian dan pengkajian
kembali prisip-prinsip ajaran Islam. Kenyataan yang di hadirkan oleh peralihan
zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan menyebabkan kebutuhan manusia semakin
banyak, kebutuhan itu ada yang primer, ada yang sekunder. Kebutuhan primer ialah
kebutuhan pokok yang mendasar yang bila tidak di penuhi, maka hidup akan
rusak.kebutuhan sekunder ialah kebutuhan pelengkap yang kalau tidak terpenuhi tidak
sampai merusak kehidupan secara total.
Kebutuhan-kebutuhan ini meliputi
berbagai aspek kehidupan individu dan sosial seperti sistem politik, ekonomi,
sosial, dan pendidikan yang tersebut terakhir adalah kebutuhan yag terpenting
karena ia menyangkut pembinaan generasi mendatang dalam rangka memenuhi
kebutuhan-kebutuhan yang tersebut sebelumnya.
Sistem pembinaan, disatu pihak di tuntut
agar senantiasa sesuai dengan perkembangan zaman, ilmu dan teknologi yang
berkembang cepat. Di pihak lain di tuntut agar tetap bertahan dalam
kesesuaiannya dengan ajaran Islam. Hal ini merupakan hal yang senantiasa menuntut
mujtahid muslim di bidang pendidikan untuk selalu berijtihad sehingga teori
pendidikan Islam senantiasa relevan dengan tuntutan zaman, ilmu dan teknologi
tersebut.
(
Ilmu Pendidikan Islam, hal. 19-21, DR. Zakiyah Daradjta, dkk, 1984, Bumi
Aksara, Jakarta)
Setelah jatuhnya khalifah Ali bin Abi Thalib berakhir pula
masa pemerintahan Khulafah al- rasydin yang di gantikan oleh khalifah Bani
Umayyah . pada masa ini islam telah meluas sampai ke Afrika Utara, bahkan ke Spanyol. Perlusan
daerah kekuasaan ini di ikuti oleh ulama dan guru atau pendidik. Akibatnya
terjadi perluasan pusat-pusat pendidikan yang tersebar di kota-kota besar
seperti :
1.
Makkah dan Madinah (Hijaz)
2.
Basrah dan Kuffah (Iran)
3.
Damsyik dan Palestina
4.
Fustat (Mesir)
Dengan berdiriya pusat-pusat pendidikan di atas, berarti
telah terjadi perkembangan baru dalam
masalah pendidikan. Sebagai akibat interaksi nilai-nilai budaya daerah yang di
taklukkan dengan nilai-nilai Islam.
Dengan demikian, ijtihad adalah penggunaan akal pikiran
oleh fiqoha-fuqoha islam untuk menetapkan suatu hukum yang belum ada ketetapannya
dalam Al-qur’an dengan syarat-syarat tertentu. Ijtihad dapat di lakukan dengan
Ijma, Qiyas, istihsan, masdhalih mursalah, dan lain-lain.
(Ilmu
pendidikan Islam, hal 121, Prof. DR.
H. Ramayulis, Kalam Mulia, Jakarta)
DAFTAR PUSTAKA
Noer
Aly, Hero, M.A. 1999, Ilmu Pendidikan Islam, Logos, Ciputat
Ramayulis,
Ilmu pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta
Daradjta,
Zakiyah, dkk, 1984, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta
Rosyada,
Dede, M.A,1992, Hukum Sosial dan Pranata Sosial, Rajawali Perss,
Jakarta.
Uhbiyati,
Nur, 1996, Ilmu Pendidikan Islam, Pustaka Setia, Bandung
untuk melengkapi perpustakaan makalah silahkan klik download dibawah ini
semoga bermanfaat