Fungsi dan Tanggung Jawab Orang Tua
Berbicara mengenai
fungsi orang tua dalam keluarga, sangat kompleks. Karena begitu banyaknya beban
yang harus dilaksanakan oleh para orang tua untuk memenuhi kebutuhan
anak-anaknya. Disamping memenuhi kebutuhan pokok, seperti pakaian dan makanan,
maka orang tau berkewajiban untuk memberi bimbingan dan contoh yang baik pada
anak-anak agar.
Adapun fungsi pokok
daripada orang tua ada tiga bagian, yaitu sebagai berikut :
a. Fungsi Ketuhanan
Fungsi ketuhanan adalah suatu tanggung jawab orang
tua yang paling pokok, karena dengan adanya agama akan dapat menjamin
keselamatan anak, baik didunia maupun akhirat. Dalam al Quran surat Luqman ayat
17 dijelaskan :
يَبُنَيَْ
اَقِمِ الصَّلَوةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوْفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ
عَلَى مَااَصَابَكَ
اِنَّ
ذَا لِكَ مِنْ عَزْ مِ االأُمُوْر
(لقمن 17)
Artinya : “Hai anakku, dirikanlah
shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari
perbuatan munkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya hal
yang demikian itu termasuk yang diwajibkan oleh Allah”.[1]
Berdasarkan ayat di atas jelas bahwa
peranan orang tua dalam mendidik anak-anaknya dibidang ketuhanan sangat
menentukan berhasil tidaknya anak-anak menjalankan perintah keagamaan. Hal ini
senada dengan pendapat Zakiah Daradjat yaitu :
Ajaran
agama memberikan jalan kepada manusia untuk mencapai rasa aman, rasa tidak
takut/cemas menghadapi hidup ini. Ajaran-ajaran agama menunjukkan cara-cara
yang harus dilakukan dan menjelaskan pula hal-hal yang harus dilakukan, supaya
kita dapat mencapai rasa aman selama hidup ini dan selanjutnya diajarkan pula
bagaimana mempersiapkan diri dengan perbuatan-perbuatan baik dan menjauhi
tindakan-tindakan yang mengganggu kesenangan orang lain. [2]
Berdasarkan
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa agama merupakan kebutuhan yang sangat
penting dalam kehidupan manusia. Keberhasilan pendidikan agama dapat langsung
dilihat hasilnya dari perilaku yang tercermin dalam sikap dan perbuatan anak
dalam kehidupannya sehari-hari.
Kemudian
mengenai kewajiban orang tua secara umum, seperti dijelaskan oleh Ny. Aisyah
Dahlan, bahwa :
Orang tua berkewajiban mengatur dan mendidik, memberi pakaian, makanan
dan minuman, menjaganya dari segala marabahaya, menjaga keselamatan dan
kesehatan lahir dan bathin, jasmani dan rohani, mendidiknya agar menjadi
manusia yang berguna bagi nusa bangsa dan agama serta bahagia dunia dan
akhirat, memberinya pelajaran dan ilmu-ilmu yang bermanfaat, ilmu agama dan
ilmu umum agar ia menjadi manusia sempurna, berilmu dan beragama, beramal dan
beribadat dan dapat berdiri sendiri, mengarungi hidup dengan penuh keyakinan. [3]
b. Fungsi Sosial Kemasyarakatan
Orang tua berkewajiban mendidik
anak-anaknya hidup bertetangga dan bermasyarakat agar nanti dapat menjadi warga
yang baik. Pendidikan ini dapat dilaksanakan dalam bentuk ceramah, diskusi,
bimbingan, dalam berbagai kegiatan atau cara hidup pada umumnya, yang dapat
diharapkan membawa hasil yang dicita-citakan yaitu terjadinya pembinaan yang sempurna
pada setiap anggota masyarakat. Sebagaimana dijelaskan Ramayulis, dkk bahwa :
Pewarisan
nilai kemanusiaan, yang minimal dikemudian hari dapat menciptakan manusia yang
cinta damai, anak shaleh yang suka mendoakan kepada orang tua secara teratur, yang
mengembangkan kesejahteraan sosial dan ekonomi ummat manusia, yang mampu
menjaga dan melaksanakan hak asasi
kemanusiaan yang adil dan beradab dan yang mampu menjaga kualitas dan moralitas
lingkungan hidup.[4]
Fungsi ekonomi adalah suatu
keharusan orang tua untuk menjadikan anak-anaknya mempunyai ketrampilan agar
nanti ia menjadi orang yang kreatif dan berproduktif.
Maksudnya sejak kecil anak telah
diberi pengetahuan dan ketrampilan sebagai bekalnya nanti. Dengan demikian ia
tidak lagi tergantung pada orang tua melainkan memenuhi kebutuhannya sendiri
dengan berbekalkan ketrampilan yang ia miliki.
Dari ketiga fungsi di atas, maka
tugas utama orang tua terhadap anaknya dapat dibagi menjadi dua bagian pokok,
yaitu: a. orang tua sebagai pendidik, b. orang tua sebagai pemimpin. Orang tua
sebagai pendidik anak yang baru lahir perlu di didik dan dipelihara agar ia
dapat merasakan perawatan orang tuanya.
Kewajiban orang tua dapat
diklasifikasikan menjadi empat macam yaitu:
a.
Mendidik dan
Mengasuh anak-anaknya
Karena anak adalah amanat yang
diberikan Allah kepada manusia (orang tua), maka kewajiban orang tualah untuk
mendidik dan mengasuhnya dengan sebaik-baiknya. Hal ini sebagaimana dijelaskan
bahwa: “pemeliharaan seorang bapak terhadap anaknya ialah dengan jalan
mendidik, mengasuh dan mengajarnya dengan akhlak atau moral yang tinggi dan
menyingkirkannya dari teman-teman yang jahat”.[6]
Untuk mendidik dan mengasuh
anak-anaknya adalah suatu hak dan kewajiban dari orang tua yang tidak dapat dipindahkan
kepada orang lain sebagaimana dijelaskan, bahwa “salah satu kewajiban dan hak
utama dari orang tua yang tidak dapat dipindahkan adalah mendidik
anak-anaknya”.[7]
Pendapat di atas memperjelas bahwa
kewajiban orang tua mendidik anak-anaknya, dan jangan sampai mereka membiarkan
anak-anak mereka tumbuh tanpa bimbingan terutama pada usia mereka menjelang
remaja.
b. Memenuhi
segala kebutuhan anak-anaknya.
Pemenuhan
segala kebutuhan tersebut meliputi :
1.
Kebutuhan jasmaniah, seperti ; makan, minum, pakaian
dan segala kebutuhan yang berkenaan dengan kebutuhan biologis.
2.
Kebutuhan psikhis dan sosial (rohani), meliputi ;
kebutuhan akan rasa kasih sayang, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa
harga diri, kebutuhan akan rasa bebas, kebutuhan akan rasa mengenal, dan
kebutuhan akan rasa sukses.[8]
Sedangkan kebutuhan khas remaja
meliputi :
1. Pengakuan
sebagai orang yang mampu untuk menjadi dewasa.
2. Perhatian
dan
3. Kasih
sayang.[9]
Terpenuhi
atau tidaknya kebutuhan mempengaruhi juga kesehatan mental yang dimilikinya
(remaja), sebab terpenuhi atau tidaknya kebutuhan individu, sangat mempengaruhi
kesehatan mental yang dimilikinya.[10]
c. Membina
mental/moral anak-anaknya.
Orang tua
berkewajiban untuk membina mental/moral anak-anaknya, hal ini sesuai dengan
sabda Rasulullah SAW, yang berbunyi :
حَدَّ ثَنَاالعَبَّا سُ بْنُ الوَ لِيْدِ الدَّ
مَشْقِى عَلِىُّ بْنُ عَبَّاسٍ حَدَّ ثَنَا سَعشيْدُ بْنُ عُمَارَةَ اَخْبَرَ نِى
الحَارِثُ الّنعْمَانِ سَمِعْتُ اَنَسَ مَالِكِ يُحَدِّثُ رَسُوْلِ اللّهِ صم
قَالَ اَكْرِ مُوْااَوْلاَدَكُمْ وَاَحْسِنُوْا اَ دَ بَهُمْ (رواه ابن ماجه)
Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Abbas bin Walid damasyqi,
telah menceritakan Ali bin Ayyasi, telah menceritakan Sa’id bin Umaroh, telah
menceritakan kepadaku Haris bin Nu’man, aku mendengar Annas bin Malik yang
menceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda : muliakanlah anak-anakmu dan
perbaikilah pendidikan (adab) mereka”. (HR. Ibnu Majah).[11]
Berdasarkan
hadits di atas jelaslah kepada kita bahwa orang tua mempunyai kewajiban untuk
membina mental atau moral anak-anaknya. Kemudian dalam firman Allah SWT dalam
surat an Nisa ayat 9:
وَالْيَخْسَ
الَّذِيْنَ لَوْتَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ
ذُرِّ يَّةً ظعَفًاخَافُوْا عَلَيْهِمْ فَلْيْتَّقو ُ اللَّهَ
وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلاًسَدِيْدًا(النّساء :9)
Artinya : “Dan hendaklah takut kepada Allah SWT
orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu
hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.[12]
Ayat diatas
akan memperjelas pentingnya orang tua mempersiapkan anak-anaknya dengan mental
dan moral yang tinggi untuk dapat memiliki mental yang sehat, dalam arti mampu
menggunakan segala potensi dan bakatnya semaksimal mungkin dengan cara yang
membawa kepada kebahagiaan dirinya dan orang lain. Maka pembinaan tersebut hendaknya
dilaksanakan secara baik dan terus menerus. Sebagaimana dijelaskan bahwa “pembinaan moral dan mental agama, harus
dilaksanakan terus menerus sejak seseorang itu lahir sampai matinya”.[13]
Pembinaan
mental anak-anak hendaknya dilaksanakan secara berangsur-angsur dan tanpa
paksaan sebagaimana dijelaskan bahwa “pembinaan mental, bukanlah suatu proses
yang dapat terjadi dengan cepat dan dipaksakan, tapi haruslah secara
berangsur-angsur, sehat dan sesuai dengan pertumbuhan, kemampuan yang sedang
dilalui”.[14]
Berdasarkan penjelasan
di atas jelaslah akan pentingnya kewajiban orang tua untuk membina mental dan
moral anaknya agar jangan sampai mental anak-anaknya terganggu.
d.
Orang tua berkewajiban membentengi anaknya dengan agama
yang kuat
Kewajiban orang tua
yang tidak kalah pentingnya adalah menanamkan jiwa keagamaan pada anak-anaknya,
untuk membina jiwa agama ini hendaklah dilaksanakan bukan hanya dilingkungan
rumah tangga (keluarga), tetapi juga hendaknya dilaksanakan dilingkungan
masyarakat. Maka segala sesuatu yang
dapat merusak pembinaan itu hendaknya dijauhkan, sebagaimana dijelaskan “untuk
melakukan pendidikan agama dan pembinaan mental secara baik dalam masyarakat
hendaknya segala pengaruh yang bertentangan dengan ajaran agama disingkirkan”.[15]
Berdasarkan kutipan di
atas jelaslah bahwa, untuk membina mental seseorang segala sesuatu yang dapat
merusak pembinaan yang kita laksanakan baik dilingkungan keluarga maupun
masyarakat harus dijauhi, hal tersebut disebabkan “segala unsur-unsur yang
bertentangan dengan agama yang terdapat dalam masyarakat, akan menghambat
pertumbuhan moral agama pada anak bahkan mungkin menghancurkannya sama sekali”.[16]
Berdasarkan uraian di
atas, jelaslah bahwa kewajiban orang tua itu sangat kompleks, disamping ia
harus memenuhi segala kebutuhan anak-anaknya, tetapi mereka juga harus membina
anak-anaknya sehingga mereka dapat hidup ditengah-tengah masyarakat dengan
mental yang sehat.
[1]Departemen Agama RI, Op.Cit., hlm. 655.
[2]Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, Bulan Bintang, Jakarta, 1975, hlm. 17.
[3]Aisyah Dahlan, Op.Cit., 1979, hlm. 92.
[4]Ramayulis, dkk., Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga,
Kalam Mulia, Jakarta, 1987, hlm.11-12.
[5]Soetari Imam Bernadib, Ny, Pengantar Ilmu Pendidikan, Fak.
Psikologi UGM, Yogyakarta, 1986, hlm. 86.
[6]M. Athiyaha Al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam,Alih
Bahasa H. Busthami A. Gani dan Djohar Bahry, Bulan Bintang, Jakarta, 1984, hlm.
115.
[7]Kartini Kartono, Peranan Keluarga Memandu Anak, Alumni,
Bandung, 1985, hlm. 38.
[8]Zakiah Daradjat, Op.Cit., 1982, hlm. 14.
[9]Andi Mappiare, Psikologi Remaja, Usaha Nasional, Surabaya, 1982, hlm. 154.
[10]Ibid..,
hlm. 127-128.
[11]Muhammad Fuad Abdul Baqy, Sunan Ibnu Majah II , Isa Babil Hulabi
Wasyitkah, 1954, hlm. 121.
[12]Departemen Agama RI, Op.Cit., 1987, hlm. 116.
[13]Zakiah Daradjat, Op.Cit., 1982, hlm. 68.
[14]Ibid..,
hlm. 69-70.
[15]Zakiah Daradjat, Pembinaan Jiwa/Mental, Bulan Bintang,
Jakarta, 1985, hlm. 25.
[16]Zakiah Daradjat, Op.Cit., 1982, hlm. 71.