Materi dan Metode Pendidikan Agama
Islam
Materi pokok pendidikan Agama Islam adalah semua masalah
hidup dan kehidupan manusia menurut ajaran agama Islam dengan sumbernya yang
sudah jelas yaitu : Kitab Suci Al Qur’an dan Hadits Nabi SAW dan materi yang disampaikan
itu harus sesuai dengan kemempuan atau kecerdasan serta pertumbuhan peserta
didiknya.
Secara garis besar materi pokok pendidikan agama Islam
itu meliputi :
a.
Aqidah; adalah bersifat I’tikat batin, mengajarkan
keesaan Allah, Esa sebagai Tuhan yang mencipta, mengatur dan meniadakan alam
ini.
b.
Syari’ah; adalah berhubungan dengan amal lahir dalam
rangka mentaati semua peraturan dan hukum Tuhan guna mengatur hubungan antara
manusia dengan Tuhan
c.
Akhlak; adalah sesuatu amalan yang bersifat pelengkap
penyempurnaan bagi kedua amal di atas dan mengajarkan tentang tata cara
pergaulan hidup manusia.
Kemudian”Dijabarkan ke dalam bentuk rukun iman,
Rukun Islam dan akhlak, dari ketiganya lahirlah ilmu Tauhid, Ilmu Fiqh dan Ilmu
Akhlak”.[1]
Secara lebih khusus ruang lingkup pembahasan
pendidikan Agama Islam di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), yang
dikemukakan oleh Zuhairini adalah:
a.
Memperluas materi tingkat SD melalui penganalisaaan dan
keterangan-keterangan logis
b.
Mengenal sifat-sifat Tuhan yang menuju ketentraman
bathin anak-anak
c.
Menggerakkan aktivitas kehidupan beragama dalam
masyaraakat
d.
Mengenalkan hukum-hukum dan peraturan agama yang
langsung berhubungan dengan tingkat umurnya.
e.
Memberikan pengertian lebih lanjut tentang kitab suci
dan sumber-sumber hukum Islam lainnya yang dapat diaplikasikan dalam hidupnya.
f.
Sejarah perkembangan agama dan penyiar-penyiarnya.
g.
Mengenalkan bahasa agama.[2]
Dengan demikian dapat penulis simpulkan bahwa materi
pokok pendidikan agama Islam dan ruang lingkup pembahasan di atas maka
pendidikan agama Islam itu berlangsung secara kesinambungan, sejak dari tingkat
Sekolah Dasar (SD) sampai pada tingkat pertumbuhan dan kecerdasan peserta
didiknya.
Yang akhirnya pendidikan agama Islam itu dapat
diarahkan kepada anak yang selalu taat menjalankan ajaran-ajaran agama Islam,
sehingga akan terbentuklah anak yang berkepribadian muslim.
Menurut Departemen Agama RI, Metode Pendidikan Agama
Islam terdiri dari:
“ Metode ceramah, tanya
jawab, diskusi (diskusi kelompok), demonstasi,tugas belajar dan resitrassi,
kerja kelompok, sosiodrama (role playing), pemecahan masalah (problem solving),
sistem regu (team teaching), karya wisata (fiel trip), manusia sumber
(recourceperson), simulasi, titorial, studi kasus, curah gagasan (brain
storming), studi bebas, kelompok tanpa pemimpin, dan latihan (drill), dan
latihan kepekaan (dinamika kelompok)”.[3]
Dari beberapa metode mengajar di atas tidak semuanya
dapat diterapkan, karena mengingat situasi dan kondisi sekolah serta sarana
sekolah yang berbeda-beda disamping kemampuan guru juga sangat menentukan. Oleh
karena itu Departemen Agama memberika petunjuk bagi guu pendidikan Agama Islam
dalam melaksanakan proses belajar
mengajar di sekolah sebagai berikut:
Untuk setiap guru pendidikan agama Islam pada SLTP perlu memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
1.
Mengajarkan keimanan dapat menggunakan metode ceramah,
bercerita, sosiodrama dan karyawisata
2.
Mengajarkan ibadah sholat hendaknya lebih ditekankan
menggunakan metode demontrasi,meniru, latihan dan praktek (mengamalkan)
3.
Mengajarkan Al Qur’an yang berupa membaca, menulis /
menyalin dan menghapal hendaknya juga menggunakan metode demontrasi, meniru,
latihan (drill). Sedangkan mengartikan (menterjemah) dan menyimpulkan kandungan
isi ayat atau surat
Al Qur’an dapat disampaikan dengan metode ceramah, tanya jawab, diskusi, dan
kerja kelompok.
4.
Mengajarkan akhlak hendaknya lebih ditekankan pada metode tanya jawab dan penampilan
melalui drama, sosiodrama, simulasi, dan praktek (pengalaman) disamping metode
ceramah dan cerita
5.
Mengajar Tarikh hendaknya lebih ditekankan menggunakan
metode ceramah dengan disertai alat peraga (media), tanya jawab, diskusi dan
sosiodrama.
6.
Mengajar muamalah dan syari’ah dapat dipakai metode
ceramah, diskusi, demontrasi dan resitasi.[4]
Berdasarkan pendapat di atas, maka metode mengajar
pendidikan Agama Islam pada SLTP adalah : metode ceramah, tanya jawab, diskusi,
demontrasi, resitasi, kerja kelompok, sosiodrama, karya wisata, simulasi,
latihan (drill), praktek (pengalaman), dan bercerita.
Selain dari pada itu dalam rangka untuk menanamkan
nilai-nilai pendidikan agama Islam pada para siswa, para ahli pendidikan agama
Islam mengemukakan metode-metode pendidikan dalam Islam antara lain sebagai
berikut:
1.
Keteladanan
2.
Pembiasaan
3.
Memberi nasehat
4.
Motivasi dan intimidasi
5.
Metode persuasi
6.
Hukuman
7.
Pengetahuan teoritis[5]
Keteladanan dalam
pendidikan agama Islam maksudnya adalah…. Pendidikan dengan cara memberi
contoh, baik berupa tingkah laku, sifat, cara berfikir dan sebagainya.[6]
Dengan demikian metode
keteladanaan merupakan metode mengajar dengan cara memberi contoh yang baik
terhadap siswa.
Pembiasaan
merupakan menanamkan kebiasaan terhadap
siswa sehingga akan menjadi melekat dan menjadi kebiasaan dalam kehidupannya
sehari-hari. Hal ini disebutkan oleh Drs. Hery Noer Aly, MA bahwa:
Pembiasaan
merupakan salah satu metode pendidikan yang sangat penting, terutama bagi
anak-anak. Mereka belum meninsafi apa yang disebut baik dan buruk dalam arti
susila. Demikian pula mereka belum mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus
dikerjakan seperti orang dewasa. Ingatan mereka belum kuat,.[7]
Memberi nasehat adalah “ penjelasan tentang kebenaran dan
keselamatan dengan tujuan menghindarkan orang yang dinasehati dari bahaya serta
menunjukan kejalan yang mendatangkan kebahagiaan dan manfaat”.[8]
Motivasi dan intimidasi merupakan metode mengajar dimana
guru memberikan dorongan terhadap siswa agar lebih giat dalam belajar, serta
memberikan semacam ancaman atau pengaruh bila siswa tidak melakukan atau
menghayati apa yang disampaikan oleh guru.
Hukuman sebagai metode pendidikan yang mendapat perhatian
sangat besar dari para ahli pendidikan muslim” Mereka menyerukan agar anak-anak
sejak awal tidak biasa dilakukan dengan kasar” selanjutnya “Hukuman merupakan
metode terburuk, tetapi dalam kondisi tertentu harus digunakan”.[9]
Metode persuasi adalah “meyakinkan peserta didik tentang
suatu ajaran dengan kekuatan akal”.[10]
Artinya guru dalam menyampaikan materi kepada siswa dengan menggunakan kekuatan
akalnya.
Pengetahuan teoritis merupakan metode yang digunakan
dalam mengembangkan akal pikiran siswa dan terbantunya untuk membentuk latar
belakang kultural serta mampu berinteraksi dengan masyarakat dan berperan
sebagai warga negara yang baik.
[1]
Zuhairini dkk, Metodik Khusu Pendidikan
Agama Islam, Usaha Nasional, Surabaya ,
1983, hlm 60
[2]
Ibid, hlm 66.
[3]
Departemen Agama RI, Op-Cit, hlm
103-104
[4]
Ibid, hlm 17.
[5]Hery
Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam,
Logos, Jakarta ,
1999, hlm 178-205
[6]Ibid, hlm 178
[7]Ibid, hlm 185
[8]Ibid, hlm 191
[9]
Ibid, hlm 200
[10]
Ibid, hlm 203